News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Lily Suhairy, Seniman Pejuang yang Terlupakan, Disiksa Jepang dan Belanda, Hingga Diberondong Pesawat

Lily Suhairy, Seniman Pejuang yang Terlupakan, Disiksa Jepang dan Belanda, Hingga Diberondong Pesawat


SEPANJANG hidup sebagai komponis, Lily Suhairy telah menciptakan ratusan lagu. Tak hanya lagu cinta yang melegenda seperti Selayang Pandang, tapi juga lagu yang menginpirasi perjuangan melawan penjajahan. 

Lily Suhairy lahir di Bogor pada 23 Desem­ber 1917. Bersama orangtuanya, ia tinggal di Kwitang, Jakarta. 

Saudara sepupu ibunya, Zein, kemu­dian membawa Lily ke Sumatera Utara. Selama di Medan, Lily tinggal bersama Zein, yang sehari-hari bekerja sebagai centeng kebun sayur milik konglomerat Tjong A Fie.

 Lily di­be­sarkan sampai remaja. Saat meng­injak remaja ia diangkat sebagai anak oleh orang Jerman dan tinggal di Bras­tagi. Lily mulai diperkenalkan dengan sebuah grup sandiwara dan belajar biola dari ayah angkatnya.

Menurut Koko Hendri Lubis, pada 1930 Lily Suhairy sudah berumur 13 tahun, ia belajar biola dari seorang Rusia, pimpinan musik Tonil Bolero, Boris Mariev. Kelak, Boris Mariev inilah yang merekomendasi Lily beker­ja di perusahaan rekaman His Mastsr Voice Singapura pada 1934.

 Saat bekerja di perusahaan rekaman itulah, lahir lagu pertama ciptaannya, Hatiku Patah. Lagu itu berkisah pengalaman cintanya ditolak seorang gadis. Tiga tahun merantau, Lily kembali ke Medan. Mulailah dia berkarya.


Ditahan Jepang dan NICA

Karir Lily sebagai musisi profesional menanjak saat pendudukan Jepang. Keberaniannya bukan tanpa risiko. Wartawan tiga zaman Sumut, Muham­mad TWH, menyebut Lily pernah ditangkap Jepang gara-gara lagu cipta­an­nya Bayangan diputar di radio milik Jepang, Hoso Kiyoku. Lagu itu dinilai menyindir pemerintah pendudu­kan Jepang. Akibatnya ia ditangkap polisi Jepang dan dipenjara tiga bulan.

Saat tentara NICA mendarat di Medan membonceng pasukan sekutu, Lily juga pernah ditahan dan disiksa. Penyebabnya, menurut Muhammad TWH, karena Lily dituduh mengor­ga­nisir penari ronggeng untuk menghibur tentara sekutu, namun saat lengah sen­jata tentara sekutu dicuri para pe­muda pejuang.

Saat masa revolusi Belanda, Lily juga membuat lagu perjuangan berju­dul Pemuda Indonesia. Lagu itu mengge­lorakan semangat pemuda untuk ber­juang. Akibatnya ia pernah ditahan dan di­siksa Belanda, bahkan hidungnya dikabarkan pernah patah dipukul tentara NICA.

Sepanjang hayatnya, Lily telah menciptakan ratusan lagu. OSM RRI Medan pimpinannya juga bisa dibilang ensambel musik terbesar pada masa­nya. Tak heran jika pada 1975, berkat dedikasinya, Lily Suhairy mendapat penghargaan dari PWI Cabang Medan dan Departemen P & K pada Maret 1979. Walikota Medan waktu itu (1987) H. Agus Salim Rangkuti mem­bangun patung dan Taman Lily Suheiry di Jalan Palang, simpang Jalan Listrik Medan.

Banyak yang menyebut kualitas Lily Suhairy sebagai komponis mungkin melebihi Ismail Marzuki. Ia juga bukan sekadar seniman biasa. Ia seniman yang berjuang lewat karya musik yang dihasilkan.

Begitulah Lily Suhairy. Ia memang seniman pejuang karena sampai akhir hayatnya tetap berstatus sebagai karya­wan honorer di RRI Medan. Ia meninggal dalam kesahajaan. 

Karya-karyanya kini entah tersimpan di mana.

Sumber : J Anto/Analisadaily

Tags

Posting Komentar