Sejarah Kampung Dadap Glugur dan Kedatangan Orang-orang Arab di Medan
Pawai warga di Kampung Dadap, Gloegoer tahun 1923.(Foto koleksi KITLV) |
Sejarah Kampung Dadap tak bisa dipisahkan dari kedatangan orang-orang Arab ke Kota Medan sekitar abad ke-19. Kampung Dadap yang kini masuk ke wilayah Kelurahan Glugur Darat 1, Kecamatan Medan Timur ini dulunya banyak ditumbuhi Pohon Dadap.
Semenjak merebaknya penanaman Tembakau Deli di Medan, membuat Medan berubah menjadi daerah yang ramai dikunjungi oleh para imigran dari berbagai penjuru dunia. Apalagi, semenjak dijadikan Ibukota Keresidenan Sumatera Timur tahun 1889, membuat Medan hadir menjadi kota paling maju di wilayah Pantai Timur Sumatera.
Sejak tahun 1905, orang-orang Arab di Medan mulai membentuk sebuah perkampungan untuk komunitas mereka. Permukiman orang Arab di Medan ada di beberapa tempat, seperti: Kampung Silalas, Sungai Kera, Pandau Hulu, Jalan Lembu, Jalan Sutrisno, dan Kampung Dadap.
Sampai saat ini, hampir semua kampung tersebut sudah tidak dihuni oleh orang-orang Arab lagi, namun sudah berganti dengan etnik lainnya. Di Medan, saat ini hanya tinggal satu perkampungan yang masih diisi oleh komunitas Arab, yaitu Kampung Dadap yang masuk ke dalam wilayah Medan Timur.
Orang-orang Arab di Medan mendirikan beberapa masjid, salah satunya bernama Masjid Arab al-Massawa yang berada di Jalan Temenggung No. 2-4, Kesawan pada tahun 1890. Dalam sejarahnya, masjid ini didirikan atas wakaf dari seorang pengusaha Arab yang berdomisili di Arab Saudi.
Kemudian dalam pengelolaannya, masjid ini dikelola kebanyakan oleh para keturunan Arab yang ada di Medan. Inisiasi berdirinya masjid ini juga didukung oleh para kaum Alawiyyin yang ikut meramaikan kegiatan beragama di masjid ini. Namun dalam perkembangannya, masjid ini sudah dikelola oleh jamaah dari etnik lainnya.
Tidak hanya Masjid Arab al-Massawa, di Kampung Dadap, sebagai salah satu kampung pusat permukiman Arab di Medan yang masih ada sampai hari ini. Juga dibangun sebuah masjid yang didirikan atas inisiatif keluarga besar Balatif, namanya Masjid al-Falah.
Dukungan moral maupun materil juga didapatkan dari komunitas Alawiyyin yang juga berdomisili di kampung tersebut. Masyarakat non-Arab di sekitar kampung ini juga menyambut baik dibangunnya masjid tersebut, bahkan mereka sampai ikut bergotong-royong dalam proses pembangunan masjid tersebut.(bbs)
Posting Komentar