News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Kisah Kampung Law Ah Yok, Cikal Bakal Asia Mega Mas

Kisah Kampung Law Ah Yok, Cikal Bakal Asia Mega Mas

 


Law Ah Yok mendirikan kampung untuk orang Tionghoa miskin  pada tahun 1910-an di ujung Julianastraat (ujung timur jalan Asia), dekat Kampung Tempel. Pemukiman Ini berada di pinggir Kotapraja Medan. Jalan tersebut diberi nama Jalan Law Ah Yok dan memiliki pintu gerbang Tiongkok. Kampung Law Ah Yok berbatasan dengan kampung Sukaramai. 

Pada saat itu, berdasar Desentralisasi Wet 1905 Kota Medan memiliki dua sistem pemerintahan dan residensi, yakni pemerintah Kotapraja  Medan dan pemerintahan otonomi Kesultanan Deli (Swapraja). Warga Kotapraja Medan dibawah pemerintah kolonial Belanda, merupakan golongan masyarakat Eropa, Vremde Oosterlingen (Cina, India dan Arab) dan golongan bumiputera yang berdomisili di kotapraja. (Nasrul Hamdani: 2013). 

Sementara pemerintahan swapraja dipimpin Sultan Deli, berkedudukan di Medan, berhak mempertahankan kerajaan, menyelenggarakan pemerintahan otonom, memiliki kawula (rakyat), melanjutkan sistem hukum dan peradilan, mengutip pajak, mengelola kas negeri dan membentuk lembaga kepolisian sendiri. Kawula Sultan terdiri dari warga asli Melayu dan  pendatang yang bersedia menjadi Melayu dalam arti menganut Islam, berbahasa Melayu dan tinggal di daerah Melayu.

Penumpukan administrasi ini membuat kota Medan terkotak-kotak akibat garis tapal batas yang berimpitan, garis kotapraja mengimput garis pemerintahan swapraja. 


Hujan Badai Rusak 1.500 Rumah

Kampung Law Ah Yok dan Sukaramai pada bulan Juni 1952 pernah mengalami kerusakan parah akibat badai hujan deras disertai angin kencang. Akibat bencana itu sekitar 1.500 orang harus kehilangan tempat tinggal.

 Sebagian besar korban tinggal di Kampung Sukaramai dan sekitarnya. Juga rumah-rumah yang sebagian besar dihuni orang-orang Tionghoa di Kampung Law Ah Yok.

 Dilaporkan sudah sekitar 70 orang tewas saat rumahnya roboh. Selain itu, beberapa orang dirawat di rumah sakit karena luka-luka. Konsul China mengunjungi lingkungan perkampungan Cina ini untuk mengorganisasi bantuan dengan membentuk sebuah komite.

 Walikota Medan, Djaidin Poerba, Baginda Natoras dan Sastrosumi dari dinas provinsi untuk urusan sosial, Djaafar Sldik dan Camat, Tk. Abas, urusan rumah tangga, Sutrisno, dari tiga perwakilan masyarakat Tionghoa akan ikut dalam komite itu. Komite akan menyediakan dapur umum bagi para korban setiap hari. Hujan badai juga menimbulkan kerusakan di Lubuk Pakam dan Bindjei, namun jumlah korban jauh lebih sedikit dibanding di Medan. (Het nieuwsblad voor Sumatra, 13/6/1952).

Kurang lebih 3 dekade kemudian, tahun 1979, perumahan Sukaramai kembali ditimpa bencana besar, yakni kebakaran besar yang meluluhlantakkan sebagian besar rumah yang terbuat dari kayu itu. 


Asia Mega Mas

Musibah itu mengundang simpati beberapa tokoh Tionghoa seperti Budiman dan kawan-kawan yang berhasil menghimpun dana untuk membangun puluhan rumah bedeng berukuran 4 x 6. Setiap bedeng dihuni oleh 2 keluarga. Pada tahun 1986 baru pemerintah membangun rumah susun di lokasi bekas kebakaran itu.

Awalnya, sasaran pembangunan rumah susun adalah seluruh lahan bekas kebakaran yang memang merupakan tanah milik Perum Perumnas. Namun kenyataannya, sisa lahan yang ada dibangun oleh pihak swasta, lalu berdirilah Kompleks Ruko Asia Mega Mas. “Awalnya pernah dinamakan Perumahan Sukaramai, namun karena citra negatif pihak pengembang lalu mengubah menjadi Ruko Asia Mega Mas,” tambah Halim Loe. 

Sejak itu, memori orang Medan, terhadap nama pemukiman Law Ah Yok pun, sering waktu mulai menghilang. Nama Law Ah Yok pun jarang disebut-sebut lagi. (his)

Tags

Posting Komentar