News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Kisah Tano Ponggol, Kerja Rodi 1500 Orang dalam 3 Hari, Demi Kejar Sisingamangaraja XII

Kisah Tano Ponggol, Kerja Rodi 1500 Orang dalam 3 Hari, Demi Kejar Sisingamangaraja XII


Keberadaan Jembatan Tano Ponggol memiliki riwayat panjang bagi masyarakat Kabupaten Samosir.

Jembatan ini telah berdiri 120 tahun silam. Pembangunannya diprakarsai oleh Kolonial Belanda.

Tujuannya bukan sekadar mempermudah akses transportasi, tapi juga mempersempit pergerakan Raja Sisingamangaraja XII dan para pengikutnya ketika meletus Perang Batak.

Louis Coperus Welsink atau LC Welisnk yang saat itu menjabat sebagai Residen Tapanuli, memerintahkan pengerukan tanah di Tano Ponggol, untuk membuat terusan.

Sekitar 1.500 orang dipaksa kerja rodi untuk menggali tanah dengan lebar 25 meter dan panjang 1,2 kilometer.

Tercatat pengerjaan selesai dalam 3 hari, yang dimulai pada 17 Maret 1906 dan selesai 20 Maret 1906.

Pembuatan terusan Tano Ponggol berawal saat LC Welsink dan rombongan tiba di Pangururan, yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Samosir.

Saat itu, LC Welsink dan pasukannya melakukan pengejaran terhadap Raja Sisingamangaraja XII. Namun, pasukan Belanda gagal menangkap Sisingamangaraja XII dan pengikutnya.

LC Welsink kemudian berniat melanjutkan perjalanan ke Balige. Tetapi, kapal miliknya dan rombongan tidak dapat melintas karena terhalang daratan di Siogungogung yang menyatu dengan kaki Gunung Pusuk Buhit.

Daratan ini disebut sebagai Tanah Genting, dan merupakan satu-satunya tanah persambungan ke daratan Samosir.

Dengan kata lain, Pulau Samosir saat itu bukanlah sebuah pulau yang berada di tengah-tengah Danau Toba. Melainkan semenanjung yang menjorok dari kaki Gunung Pusuk Buhit.  

Residen Tapanuli ini akhirnya memerintahkan penggalian di Tanah Genting untuk membuat terusan yang menghubungkan sisi Barat dan Timur Danau Toba. Dengan begitu, LC Welsink dan rombongan bisa langsung berlayar dari Pangururan menuju Balige.

Penggalian tanah itu memang menjadi sangat urgent bagi LC Welsink saat itu. Ia mempunyai tiga pilihan untuk melanjutkan perjalanan ke Balige.

Pertama, memutar haluan kembali ke jalur kedatangan tetapi terus lurus melewati lebih dua pertiga panjang Danau Toba.

Pilihan kedua, mengangkut kapal-kapal rombongan itu melewati daratan Pangururan hingga ke sisi timur Danau Toba.

Terakhir, pengerahan besar-besaran penduduk Pangururan untuk melaksanakan penggalian di Tanah Genting. Akhirnya, pilihan ketiga inilah yang diambil LC Welsink.

Ada misi lain di balik keputusan ini, yakni mematahkan kepercayaan masyarakat setempat tentang tanah yang menghubungkan Samosir dan kaki Gunung Pusuk Buhit yang dianggap sakral.

Ketika itu masyarakat meyakini Tanah Genting adalah jalan bagi para arwah leluhur menuju ke tempat keabadian. Sehingga, jika tanah itu diputus para leluhur akan marah dan Pulau Samosir akan tenggelam di Danau Toba.

Untuk membuktikan cerita rakyat tersebut, pada hari ketiga jelang selesainya proses penggalian, LC Welisnk memerintahkan penduduk berdiri di sisi lain dari Pulau Samosir yaitu Siogungogung. Perintah ini untuk melihat apakah Pulau Samosir akan tenggelam atau tidak.

Setelah penggalian selesai dan air mulai mengalir dari terusan itu, Pulau Samosir tetap ada. Tak tenggelam.

Penggalian ini sekaligus mengubah geografis Pulau Samosir, yang akhirnya benar-benar berada di tengah-tengah Danau Toba.

Kapal pertama yang melewati terusan itu adalah kapal milik LC Welisnk yang diberi nama Kapal Api Wilhelmina, sesuai nama Ratu Belanda saat itu.

Tidak lama setelah itu, dibangunlah jembatan yang menghubungkan kedua daratan tersebut. Pembangunan jembatan ini selesai pada tahun 1913 dan diresmikan langsung oleh Ratu Wilhelmina

Setelah hampir 120 tahun berlalu, pemerintah membangun ulang jembatan ini. Pengerjaannya dimulai tahun 2020 dan rampung Desember 2022.

Selain jembatan, proyek pembangunan ini memperlebar bidang terusan yang awalnya 25 meter, kini menjadi 80 meter.

Perluasan bidang ini dimaksudkan agar kapal pesiar bisa melewati terusan itu.

Pembangunan jembatan ini mengangkat unsur-unsur kearifan lokal yang kental, dengan desain falsafah Batak “Dalihan Na Tolu”.

Saat ini banyak wisatawan mendatangi jembatan yang baru selesai dibangun ulang ini. Desain jembatan yang unik menjadi spot foto wisatawan untuk diabadikan di media sosial.

Perpaduan nilai sejarah dan keunikan konstruksi ini juga membuat Jembatan Tano Ponggol jadi salah satu ikon atau landmark dari Kabupaten Samosir. (int)

Tags

Posting Komentar