News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Timur Pane, Pejuang Pertempuran Medan Area yang Terlupakan

Timur Pane, Pejuang Pertempuran Medan Area yang Terlupakan

 

Panglima Legiun Penggempur Timur Pane (kanan) bersama Letnan II Karyono Yudha usai menyerah kepada TNI Brigade B di Padang Sidempuan. Foto/Repro buku Bedjo: Harimau Sumatra/Historia 

 Timur Pane adalah seorang tokoh legendaris dari Sumatera Utara yang kisah hidupnya penuh dengan liku-liku dari seorang pedagang hingga menjadi pahlawan yang ditakuti dan dihormati. 

Dia lahir sebagai pedagang jengkol dan sayur-sayuran di Pasar Medan. Namun dia juga dikenal sebagai pencopet ulung. 

Dalam pergolakan revolusi, ia menjadi salah satu pejuang dalam Pertempuran Medan Area, mengukir namanya dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

 Timur Pane memiliki pengaruh besar sehingga sempat diakui sebagai seorang Jenderal Mayor. Kisah hidupnya bahkan diadaptasi ke dalam film "Naga Bonar" pada tahun 1987 dan 2019, dengan dua aktor berbeda yang memerankan karakter yang terinspirasi dari dirinya. 

Di Medan, Timur Pane dikenal sebagai preman sejajar dengan nama-nama seperti Amat Boyan, Pendi Keling, Olo Panggabean, dan Anto Medan. Muhammad Radjab menyebutkan dalam bukunya “Tjatatan di Sumatera” (1949) bahwa dia pernah bertemu langsung dengan Timur Pane.

 Radjab menggambarkan Timur sebagai sosok bertubuh pendek dan kecil dengan mata yang tajam serta liar.

 Timur Pane sosok yang ditakuti di Sumatera Utara, mengaku telah banyak "menyembelih" lawan di medan pertempuran. 

Masa lalu Timur Pane sangat mirip dengan karakter Naga Bonar dalam film, di mana sebelum revolusi, ia juga berprofesi sebagai pencopet. 

Dalam pengakuannya kepada Radjab, Timur menyebut dirinya sebagai mantan pedagang jengkol, lada, dan sayur-sayuran di Pasar Medan. Timur Pane juga mengaku sebagai anggota partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Hatta) dan terkait dengan Partai Nasional Indonesia (PNI). 

Tak heran jika di masa revolusi, ia menjadi bagian dari Nasional Pelopor Indonesia (Napindo). 

Sejak zaman Pertempuran Medan Area, menurut Jenderal Maraden Panggabean dalam buku "Berjuang dan Mengabdi" (1993:92), Timur Pane memimpin pasukan Napindo Naga Terbang. 

Namun, meskipun membawa nama Napindo, dia tidak selalu patuh kepada pimpinannya. Radjab mencatat bahwa Timur Pane kemudian memimpin laskar Barisan Marsose, yang anggotanya menghuni vila-vila dan bungalow di Prapat. 

Nama Marsose diambil dari pasukan kejam KNIL di masa perang Aceh untuk memberikan kesan sangar. Timur Pane mengklaim pasukannya kuat dan mampu bertempur selama 18 tahun, serta bisa menduduki kota Medan yang dikuasai Belanda dalam waktu 24 jam saja, meski klaim ini diragukan kebenarannya oleh Radjab.

 Timur Pane juga menuding banyak pemimpin di Sumatera Timur sebagai kaki-tangan NICA Belanda dengan kelakuan borjuis, suka mencabuli perempuan, dan gila harta. 

Kekacauan di era revolusi memang diwarnai dengan persaingan dan pertikaian di antara pihak Indonesia sendiri. 

Selain Timur Pane, ada tokoh lain seperti Mayor Bedjo yang juga ditakuti di Sumatera Timur. Hubungan antara Timur Pane dan Bedjo kadang harmonis, kadang bermusuhan. 

Saat Wakil Presiden Muhammad Hatta datang ke Sumatera Timur, Timur Pane sedang berseteru dengan pimpinan laskar Gagak Hitam, Sarwono, yang kemudian ditangkap oleh pasukan Timur Pane. 

Hatta sampai harus turun tangan untuk mengatasi perselisihan ini. Timur Pane juga pernah mengadukan Kolonel Hotman Sitompul kepada Hatta karena tidak memberikan senjata kepada laskarnya.

 Menurut Sitompul, hal itu dilakukan karena laskar sering bertindak sendiri-sendiri. Timur Pane sendiri pernah mengajak Letnan Kolonel Richard Siahaan untuk menyerang Medan, namun upaya ini gagal melawan tentara Belanda yang terlatih dan kuat. Meski pernah ditakuti, kejayaan Timur Pane tidak bertahan lama. 

Dia yang dulunya sering melucuti laskar atau polisi, akhirnya dilucuti juga oleh tentara. Timur Pane dicopot dari kemiliteran dan namanya tenggelam sebelum revolusi berakhir di Sumatera Utara. 

Pada awal 1949, Dia memimpin Organisasi Pertahanan Rakyat (OPR), namun pada dekade 1950-an, namanya hilang dari percaturan militer di Sumatera Utara, digantikan oleh tokoh-tokoh seperti Tahi Bonar Simatupang atau Abdul Haris Nasution. 

Meskipun begitu, nama Timur Pane masih dikenang melalui Yayasan Pendidikan Jenderal Timur Pane, sebagai warisan dari seorang tokoh kontroversial yang pernah menjadi raja copet dan pahlawan terbuang dari Sumatera Utara. (bbs)

Tags

Posting Komentar