Ketua PD Muhammadiyah Langkat : SKB 3 Menteri Tak Berpengaruh Untuk Pendidikan di Langkat
Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Kabupaten Langkat, Sujarno, S.Sos, M.Si |
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Nadiem Makarim bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas resmi menerbitkan SKB 3 Menteri.
Menurut Nadiem, penerbitan SKB 3 Menteri terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah negeri jenjang pendidikan dasar dan menengah, hingga saat ini menjadi tranding topik di berbagai sosial media.
Sebagian besar tokoh agama dan rakyat banyak menolak namun sebagian lainnya menerima pemberlakuan SKB 3 menteri tersebut.
Demikian juga Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Paudasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendkbud), Jumeri, beberapa pekan lalu mengatakan serta memastikan bahwa orangtua dan siswa berhak memakai seragam tertentu sesuai agama dan aturan yang berlaku.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Kabupaten Langkat, Sujarno, S.Sos, M.Si, menyikapi pemberlakuan SKB 3 Menteri tersebut.
Menurut tokoh Muhammadiyah Langkat kharismatik tersebut, kendati PP Muhammadiyah telah memberikan tanggapan menerima pemberlakuan SKB 3 Menteri tersebut, bukan berarti harus mengenyampingkan kebijakan kearifan lokal di wilayah-wilayah yang kondisinya memang memiliki sejarah tentang perkembangan agama Islam, seperti di Kabupaten Langkat.
Menurut Sujarno, selaku Ketua PD Muhammadiyah Langkat, sebenarnya pihaknya menyayangkan atas terbitnya SKB 3 Menteri tersebut. Sebab, selain masih terjadi pro dan kontra, kondisi pendidikan di masa pandemi Covid 19 yang digaung-gaungkan pemerintah saat ini, dunia pendidikan seperti mati suri, karena belum adanya ijin belajar tatap muka.
"Kayaknya gak terlalu pentinglah pemberlakuan SKB 3 Menteri yang mengatur seragam sekolah di saat proses belajar mengajar masih belum aktif sudah hampir setahun. Akan tetapi, khusus pendidikan di Kabupaten Langkat, masalah penerapan pakaian berjilbab sudah tidak ada masalah. Karena siswa dan orang tua serta tenaga pendidikan, sudah memberlakukan kebebasan dan sudah terbiasa menggunakan jilbab. Begitu juga untuk siswa siswi yang non muslim, sama sekali gak ada yang terganggu mengenai seragam. Karena gak ada pemaksaan," ujarnya.
Disamping itu, kata Sujarno, selain sebagai ibadah, pakaian jilbab sudah menjadi trendy bagi siswi di berbagai tingkatan sekolah.
"Iya. SKB itu kann mengatur tatatertib seragam sekolah negeri. Meskipun banyak sekolah negeri agama Islam di Langkat, tapi gak pernah ada masalah. Gak mungkin juga kan siswa non muslim sekolah di sekolah negeri khusus agama Islam," urainya.
Sujarno menegaskan, kebebasan siswa untuk menerapkan pakaian jilbab diserahkan kepada kemauan siswi.
"Bukankah sesuatu yang baik itu harus dipaksakan, baru kelamaan menjadi kesadaran dan kebutuhan. Yang penting, selaku umat Islam, sejak dini orang tua harus tetap mengajarkan anak-anaknya agar meningkatkan keimanan, dan menanamkan aqidah menjaga harga dirinya dengan menutup aurat sesuai yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Berpakain sehari-sehari atau sekolah, orang tua wajib sejak dini tetap mengajarkan pada anak agar menggunakan jilbab," tandasnya.(rudi)
Posting Komentar