Ahli Hukum Tata Negara : Sah-sah saja meminta presiden mundur
Pemerintah terlihat sangat sensitif dengan permintaan sebagian masyarakat agar Presiden Jokowi mundur.
Di Sulawesi Tenggara, Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara, Ruslan Buton ditangkap oleh tim gabungan Mabes Polri dan Polda Sultra karena membuat surat terbuka meminta Jokowi mundur.
Sementara di Yogyakarta, diskusi bertajuk ‘Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’ yang dimotori mahasiswa Fakultas Hukum UGM mendapat teror.
Pemateri, moderator, narahubung, dan mahasiswa penyelenggara diskusi diintimidasi oleh oknum tertentu. Bahkan, orang tua mahasiswa diancam dibunuh. Akibatnya, diskusi batal dilaksanakan.
Ahli hukum tata negara, Refly Harun menilai dalam demokrasi sah-sah saja meminta presiden mundur. Yang tidak boleh adalah memaksa Presiden mundur.
“Meminta presiden mundur itu nggk apa2 dlm demokrasi. Yg nggk boleh, maksa presiden mundur,” tegas Refly Harun melalui akun Twitternya, Minggu (31/5/2020).
Sebelumnya Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara, Ruslan Buton ditangkap di kediamannya di Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Buton, Sulawesi Tenggara, Jumat (29/5).
Penangkapan Ruslan Buton itu diduga terkait surat terbuka yang sebelumnya dia sampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Di dalam surat itu antara lain meminta Presiden Jokowi mundur.
“Bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat,” kata Ruslan Buton dalam surat terbukanya kepada Presiden Jokowi.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengaku heran dengan sistem demokrasi yang digunakan oleh Indonesia.
“Standar demokrasi macam apa yang kita pakai? Masak orang hanya meminta atau menyerukan agar seseorang mundur dari jabatan publik dianggap perbuatan makar atau kriminal? Hadeuh demokrasi abal-abal,” kata Fadli Zon dalam cuitannya di akun Twitter, Sabtu (30/5).
(one/ps)
Posting Komentar