"Terjebak" di RSUP Adam Malik saat Pusaran Corona Mencari Mangsa
Kondisi mamakku yang terus menurun membuatku "terjebak" di RSUP Haji Adam Malik. Di saat sedang hebohnya pandemi corona di seluruh dunia. Dan rumah sakit ini adalah benteng terdepan warga Sumut melawan virus asal Wuhan.
"Sudah tahu kan kalau di sini ada 8 orang pasien Corona," meruncing bibir perawat senior itu ke arah suatu gedung. Menunjuk ke ruang isolasi perawatan pasien yang terpapar Covid 19, di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Di rumah sakit ini tangis kami pernah pecah. Ketika pagi. Pada suatu ruangan yang agak tersembunyi. Yang barisan selasarnya selalu sepi.
Maka ketika Covid 19 mewabah. Di mana RSUP H Adam Malik menjadi rumah sakit rujukannya, trauma itu makin bertambah.
Semua warga RSUP H Adam Malik punya cara tersendiri untuk melindungi dirinya. Dokter dan perawat yang siaga di Instalasi Gawat Darurat menggunakan APD. Tiap pasien yang diantar ambulans diidentifikasi penyakitnya.
Selama 3 jam ada di IGD, saya belum melihat ada tanda-tanda pasien Covid yang datang. Namun tenaga medis yang bertugas tetap siaga dan melindungi diri. Antara lain, dengan menggunakan masker dua lapis.
Demikian pula dengan pendamping pasien. Penjenguk tidak diperbolehkan masuk. Yang bisa hanya pendamping pasien, satu orang. Kalaupun lebih harus melapor ke petugas keamanan, dengan alasan-alasan yang dapat diterima.
Orang yang berlalu lalang di selasar menggunakan masker. Semuanya.
Pun demikian dengan jamaah Masjid Nurul Iman. Meskipun saf salatnya tetap rapat, namun jamaah yang salat di masjid lingkungan rumah sakit itu mengenakan masker. Dan membawa sajadah sendiri.
Selesai salat berjamaah, petugas masjid membersihkan lantai. Aroma pembersih lantai semerbak begitu saya masuk. Lantai masjid dibiarkan tanpa sajadah. Mungkin biar gampang membersihkannya.
Selama masa pandemik ini, kita harus angkat topi terhadap petugas medis. Dan selama empat hari di rumah sakit ini, saya juga angkat topi terhadap pendamping pasien. (sap)