Suami Banting Tulang, Istri Dibanting-banting Enak di Kasur
Ilustrasi |
Dampak sosial ekspor TKI ke luar negeri tak pernah ada habisnya. Suami kerja banting tulang di manca Negara, istri di rumah “banting-bantingan” dengan lelaki lain. Itu masih mending, banyak pula TKI kita yang pulang tinggal nama, karena mati dieksekusi di Timur Tengah atau Malaysia. Tapi pemerintah sangat berat menyetop ekspor babuwan dan babuwati, karena itu juga sumber devisa Negara.
Wiyanti warga Desa Manyang, Lhoksukon, Aceh Utara; merupakan korban yang ke sekian dari kebijakan pemerintah Orde Baru hingga reformasi ini. Selama suaminya kerja di Malaysia memang isi perut terjamin. Tapi yang di bawah perut, ini sangat menderita. Mengingat itu kebutuhan mendasar dari setiap manusia, Wiyanti pun mencoba cari PIL yang dikiranya aman untuk yang di bawah lambung dan tidak bikin deg-degan.
Terus terang, sejak Hakim, 35, bekerja jadi TKI di Malaysia, Wiyanti menjadi kesepian dalam sehari-hari. Secara ekonomi memang menjadi terjamin. Tapi apakah kebutuhan dasar manusia dewasa hanya itu? Sebagai wanita muda dan enerjik, dia tentu saja tak hanya butuh materil, tapi juga onderdil. Namun sayang seribu kali sayang, semenjak Hakim di Malaysia dia tak pernah lagi menjalani kegiatan yang sangat signifian tersebut.
Di saat yang sama seorang lelaki tetangga bernama Mursid juga merasakan hal yang sama. Sejak hidup menduda, dia juga tak pernah lagi menjalani kegiatan yang signifikan tersebut. Jadi Mursid – Wiyanti sama-sama senasib sepenanggungan. Di sana sepi di sini sepi, padahal asmara sedang berapi-api. Secara ilmu ekonomi mungkin bisa diistilahkan, Wiyanti punya demand dan Mursid punya suplay.
Sebagai duda lebih dari 3 tahun, penderitaan Mursid memang tiada terkira, jika tak mau disebut menjadi ganas sekali. Maka melihat Wiyanti yang sudah setahun lebih hidup menyendiri, dia mencoba mendekati. Sebagai daerah yang masuk provinsi Serambi Mekah, mestinya Mursid berpikir ulang beribu kali. Tapi dorongan setan begitu kuat, “Sikat saja Bleh, paling apes cuma kena hukum cambuk,” bujuk setan.
Mulailah Mursid mendekati Wiyanti. Istri Hakim ini juga tahu akan resikonya, tapi karena setan Mursid juga sudah berkordinasi dengan setan Wiyanti, keduanya pun lalu membentuk kesepakatan. Sekian kali ketemu, akhirnya masuklah itu barang! Wah, baik Wiyanto maupun Wiyanti merasakan seperti layaknya pengantin baru lagi. Hidup mereka menjadi lebih bergairah. Maklumlah, ibarat sepeda motor, sudah bertahun-tahun kan tak pernah ngetap olie.
Demikianlah, asal situasinya mantap terkendali, Wiyanti – Mursid selalu menuntaskan gairah asmaranya. Sampai kemdian ada warga yang memergoki, tengah malam kok Mursid masuk ke rumah Wiyanti dengan loncat jendela. Saat diintip, busyettttt….mereka sedang berbuat layaknya suami istri. Kontan saat itu juga keduanya digerebek dan diserahkan ke Polsek Lhoksukon. Dalam pemeriksaan keduanya menghakui bahwa sudah 5 kali berbuat mesum, termasuk yang digerebek ini.
Di samping itu Mursid juga kena sanksi adat, yakni harus bikin selamatan (kenduri) untuk seluruh warga desa dengan menu daging kambing. Jika Hakim selaku suami Wiyanti ridla, dia harus menceraikan istrinya untuk dinikahi Mursid. Jika tidak, terpaksa akan diproses secara hukum.
Wajib kenduri, karena Mursid kenduri bini orang. (JPNN)
Posting Komentar