Jadi Korban Pelecehan Seksual Kepsek, Mantan Honorer SMAN 7 Malah Dibui 6 Bulan Penjara
Baiq Nuril, dihukum 6 bulan penjara oleh Mahkamah Agung (MA) karena terbukti melanggar UU ITE. Mantan staf honorer SMAN 7 Mataram ini terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menyebarkan rekaman perbincangan mesum sang kepala sekolah.
Nuril merupakan korban pelecehan seksual secara verbal oleh kepala sekolah SMA Negeri 7 Kota Mataram bernisial M ketika bersemuka ataupun melalui panggilan telepon. Ibu tiga anak ini akhirnya memutuskan untuk merekam perbincangan mereka sebagai bukti pelecehan seksual itu memang nyata.
Meski mengaku risih dengan tingkah laku atasannya, tapi Nuril tak berani mengadu karena takut dipecat dari jabatannya sebagai staf bendahara.
“Misalnya dia cerita 20 menit, yang urusan kerjaan itu paling hanya 5 menit [sisanya pelecehan seksual secara verbal]” kata Nuril pada reporter Tirto, Sabtu (9/11/2018).
Keberadaan rekaman itu diketahui Imam Mudawin, teman Nuril. Imam inilah yang menyebarkan rekaman tersebut kepada Dinas Pendidikan Kota Mataram dan lainnya. M pun dimutasi dari jabatannya sebagai kepala sekolah karena kejadian ini.
Tidak terima, M malah melaporkan Nuril, bukan Imam, ke polisi atas dasar pelanggaran Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Padahal sedari awal, Nuril tidak menyebarkan rekaman tersebut. Laporan ini kemudian berlanjut hingga ke persidangan.
Setelah kurang lebih dua tahun sejak laporan itu diproses polisi, PN Kota Mataram memutuskan Nuril tidak bersalah dan membebaskannya dari status tahanan kota. Nuril dianggap tidak memenuhi unsur “mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi” yang mengandung kesusilaan.
Namun, Jaksa Penuntut Umum langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung tanpa melalui banding di Pengadilan Tinggi. Pada 26 September 2018, majelis hakim menyatakan Nuril bersalah dan menjatuhkan vonis 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta.
Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menilai putusan itu tepat. Sebab, ia mengatakan yang dilakukan Nuril itu memang salah.
"Menyebarkan itu salah melanggar UU ITE," kata Abdul Kharis saat dihubungi, Minggu (11/11/2108).
Abdul menjelaskan jika ingin mengusut kasus itu, maka harusnya Nuril melaporkan itu ke aparat yang berwenang. Bukan malah menyebarkan rekaman itu ke masyarakat umum.
"Di mana pun menyebarkan itu nggak boleh tapi caranya aparat punya kewenangan yang menindak itu. Laporkan saja ke aparat hukum jangan bertindak sendiri. Coba itu dilaporkan polisi, polisi yang nangkap selesai," ungkap Abdul.
Putusan kasasi Baiq Nuril diketuai majelis hakim agung Sri Murwahyuni, dengan anggota majelis hakim agung Maruap Dohmatiga Pasaribu dan hakim agung Eddy Army. Putusan diketok pada tanggal 26 September 2018 dengan nomor register 574K/PID.SUS/2018.
Atas putusan itu, kuasa hukum Nuril, Joko Jumadi, mengaku kaget. Dia heran mengapa di kasasi kliennya malah dipenjara. Padahal di PN Mataram Nuril tidak terbukti menyebarkan rekaman mesum kepsek tersebut.
Kasus yang bikin heboh tahun 2017 lalu bermula ketika Baiq Nuril yang merupakan staf honorer di SMAN 7 di Mataram merekam pembicaraan M dengan dirinya pada 2012.
M sendiri adalah atasan Nuril, yang juga Kepala SMAN 7. Dalam percakapan itu, M menceritakan hubungan badannya dengan seorang perempuan. Belakangan, percakapan itu terbongkar dan beredar di masyarakat. M tidak terima dan melaporkan Nuril ke polisi pada 2015.
Setelah dua tahun berlalu, Nuril diproses polisi dan ditahan sejak 27 Maret 2017. Nuril disangkakan melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE. Dia pun ditahan di tingkat penyidikan hingga persidangan.
Sejumlah aktivis membuat gerakan #SaveIbuNuril. Koordinator #SaveIbuNuril, Joko Jumadi, mengatakan Ratusan LSM menyampaikan dukungan serta jaminan penangguhan penahanan Bu Nuril, Dia tidak tega melihat anak Nuril yang terlantar karena ibunya ditahan.
Pada Juli 2017, PN Mataram membebaskan Baiq Nuril. Hakim PN Mataram menilai perbuatan Nuril tidak melanggar UU ITE di pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) sebagaimana dakawaan jaksa. Namun di tingkat kasasi Nuril divonis penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.
(dtk/trt)
Posting Komentar