Lebih Tua dari Masjid Raya Al-Mashun, Ini Sejarah Masjid Osmani Labuhan Deli
Mesjid ini termasuk satu di antara mesjid tertua di Kota Medan: Masjid Osmani Labuhan Deli. Usianya sekitar 161 Tahun (1854-2015), lebih tua dari Mesjid Raya Al-Mashun.
Dari tepi jalan raya besar akan terlihat jelas karena letaknya di pinggir jalan, tepatnya di kilometer 17,5, Kelurahan Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan. Pendek kata, kalau mau ke Pelabuhan Belawan nampaklah mesjid kuning yang indah ini dari sisi warna dan bentuknya.
Berdasarkan data “prasasti” yang tertulis di tembok Mesjid Osmani Labuhan Deli, terbentanglah sebuah lintasan sejarah panjang berdirinya Mesjid Raya Al-Osmani Labuhan Deli, urutan waktunya sebagai berikut:
• Tahun 1854, didirikan pada Zaman Sultan Osman Perkasa berbahan kayu pilihan. Pengunjung akan dapat merasakan betapa kokohnya pilar-pilar mesjid.
• 1870-1872, dibangun kembali secara permanen oleh sultan Mahmud Perkasa Alam.
• 1927, direhab oleh Deli Maatchaapij sebuah jawatan kereta-api.
• 1963-1964, direhab oleh T. Burhanuddin Direktur Utama Tembakau Deli II.
• 1977, direhab kembali masa Walikota Saleh Arifin.
• 1991-1992, pemugaran atas prakarsa H. Bachtiar Djafar Walikota KDH TK II Medan.
• 1870-1872, dibangun kembali secara permanen oleh sultan Mahmud Perkasa Alam.
• 1927, direhab oleh Deli Maatchaapij sebuah jawatan kereta-api.
• 1963-1964, direhab oleh T. Burhanuddin Direktur Utama Tembakau Deli II.
• 1977, direhab kembali masa Walikota Saleh Arifin.
• 1991-1992, pemugaran atas prakarsa H. Bachtiar Djafar Walikota KDH TK II Medan.
Dari sejarahnya, keberadaan Mesjid Osmani Labuhan Deli berhubungan erat Kesultanan Deli. Alasannya, Mesjid Osmani Labuhan Deli dibangun tahun 1854 oleh Sultan Deli VII Osman Perkasa Alam.
Uniknya Mesjid Osmani Labuhan Deli bentuknya simetris, memandang dari arah sebelah mana saja, terbentuknya sama ukuran 16 x 16 meter. Kemudian pada bagian bagian belakang mesjid adalah tambahan bangunan baru dan memakai batu bata bukan bukan kayu sebagaimana bangunan aslinya.
Selain warnanya kuning, kubahnya berwarnah hitam bersegi delapan. Pengunjung dapat juga bertamasya sejarah sekaligus ziarah ke makam Tengku H. Raja Musa bin Arafullah beserta keluarga. Lalu bagian belakang masjid ada rumah panggung (perpustakaan) kemudian ditutup lantaran sepi minat baca. (semedan.com)
Posting Komentar